Mencari Kehangatan di Cangar

Home / EksplorAsyik / Mencari Kehangatan di Cangar
Mencari Kehangatan di Cangar

Tulisan ini menjadi Juara 3 kompetisi Travel Writing di Expose Tourism Competition 2020

Apa yang terlintas di benak anda ketika saya mengatakan “batu”? Apakah sebuah benda keras yang sering kita jumpai di jalanan? Atau malah cincin akik? Atau malah sebuah perumpamaan, seperti “ada udang dibalik batu”? Namun, pernahkah anda mendengar Kota Batu? Atau bahkan sudah pernah mengunjunginya? Nah, kali ini saya akan menceritakan perjalanan wisata saya ke Pemandian Air Panas Cangar di Kota Batu.

Pagi itu di Kota Malang terasa sejuk karena tadi malam hujan baru saja mengguyur Kota Malang.Saya terbangun pada pukul delapan kala itu. Hari itu, 2 Juli 2020 sudah sekitar hampir lima bulan saya tidak keluar dari indekos karena pandemi Covid-19 yang melanda berbagai negara di dunia. Pandemi Covid-19 membuat masyarakat harus membiasakan diri dengan kegiatan secara daring. Tentu saja, banyak yang mendambakan untuk kembali bisa berpergian, bertualang, dan bertamasya tanpa rasa takut. Hari itu saya memutuskan untuk pergi berwisata ke Pemandian Air Panas Cangar.Kemarin malam, ide tersebut tercetus begitu saja dari kakak-kakak indekos saya.Saya juga sudah mulai muak berdiam diri saja di indekos. Akhirnya, saya pun mengamini ide impulsif tersebut.Karena, kadang memang untuk berwisata tidak diperlukan rencana yang matang biarkan kakimu melangkah menentukan tujuan.

Maka setelah bangun pada pukul delapan pagi, saya bersiap-siap untuk mandi dan menyiapkan kebutuhan saya untuk ke Cangar. Setelah selesai, saya memasak untuk sarapan pagi saya sembari menunggu kakak indekos saya yang lain bersiap. Setelah kami semua siap, pada pukul sepuluh kami berangkat. Perjalanan dari Kota Malang ke Cangar bisa ditempuh sekitar satu setengah jam. Oh, ya. Kami hanya berangkat berempat karena memang cuma itu sisa manusia yang masih bertahan di indekos haha. Kami naik motor beriringan. Saya dibonceng Mbak Ita dan Mbak Novi dibonceng Kak Dinda.

Meskipun sudah sering ke Kota Batu, ini pertama kalinya saya akan ke Pemandian Air Panas Cangar. Sebelumnya, saya hanya lewat saja tanpa pernah benar-benar mengunjungi Cangar. Jalanan menuju ke Batu tidak terlalu macet pada hari itu. Saya selalu menikmati perjalanan ke Batu karena udaranya yang sejuk dan pemandangan alamnya yang selalu memesona. Jika, sudah melewati alun-alun Kota Batu maka udara dingin akan semakin menusuk kulit.

Semakin kami dekat ke Cangar maka semakin sering kami menemukan “Kedai Bakso Raksasa 7 Rasa”. Saat melihat kedai itu saya hanya tertawa dan bingung. Bingung karena apakah yang dimaksud penjual bakso tersebut adalah baksonya memiliki rasa-rasa seperti coklat, stroberi, atau sejenisnya? Atau apakah 7 rasa yang dimaksud adalah pedas, asin, manis? Saya belum menemukan jawabannya karena tidak sempat mampir ke kedai bakso tersebut.

Sepanjang perjalanan, mata kami dimanjakan dengan hamparan luas perkebunan dan rimbunnya pepohonan. Beberapa perkebunan tersebut dijadikan sebagai tempat pemotretan atau hanya sekadar swafoto. Bahkan di pinggir jalan pun dijadikan tempat untuk mengambil foto. Kami sendiri tetap melanjutkan perjalanan. Hanya saya saja yang tetap mengambil video maupun foto dari atas motor.

Akhirnya, sampai juga ke Pemandian Air Panas Cangar. Saat kami ingin ke loket tiket ternyata tempat wisata tersebut masih tutup karena Covid-19. Begini memang jadinya kalau persiapan tidak matang dan tidak mengecek dahulu apakah tempat wisatanya buka atau tidak. Karena perjalanan yang cukup melelahkan membuat kami berpikir sayang sudah jauh-jauh tapi tidak melakukan apa-apa. Akhirnya kami pun membeli pentol di dekat pintu masuk Cangar. Pentolnya sangat enak dan tentu saja murah. Kami pun berbincang-bincang dengan abang tukang pentolnya. Beliau mengatakan kalau masih ingin mandi air panas, sungai di dekat situ bisa dimasuki. Karena tidak punya rencana cadangan, kami pun memutuskan untuk turun ke sungai saja.

Menurut cerita kakak indekos saya yang bernama Ita, kalau Pemandian Air Panas Cangar sudah berbentuk kolam dan akses ke kolamnya sudah gampang. Berbeda dengan sungai yang akan kami tuju ini, jalanannya masih bebatuan dan licin. Jika tidak berjalan dengan hati-hati bisa tergelincir. Saat sampai ke sungai, saya disambut dengan bebatuan besar dan air panas yang mengalir. Sungai ini terbilang kecil dan dangkal. Di sungai tersebut terdapat tiga pancuran. Jangan bayangkan pancuran yang terbuat dari besi tapi pancuran sederhana dari bambu.

Sinar matahari menyisip malu-malu dari celah ranting-ranting pohon. Pohon di sini cukup rimbun seakaan memelukku dan menyembunyikan sungai ini dari dunia luar.

Pemandangan di sini juga cukup setimpal dengan perjalanan menuju ke sini. Sungai ini juga sepi dan terkesan lebih pribadi. Karena saat kami sampai di sini tidak ada seorang pengunjung pun yang mandi di sini. Tanpa berpikir panjang, airnya sangat mengundang buat diceburin. Byurrr! Airnya super panas! Seketika lelah di perjalanan hilang begitu saja.

Dibalik keindahan sungai ini banyak sekali sampah plastik bertebaran. Beberapa kami kumpulkan dan kami bawa ke atas untuk dibuang ke tempat sampah. Ayo dong, teman-teman semakin bijak saat berwisatanya. Jangan sampai keindahan alam yang ada rusak gara-gara kemalasan dan kelalaian kita yang buang sampah sembarangan ya!


EDITOR/KURATOR : Tim Expose Tourism Competition 2020

Leave a Reply

Your email address will not be published.