Dinamika Wisata Pulau Rinca: Antara Konservasi atau Eksploitasi

Home / EksplorPedia / Dinamika Wisata Pulau Rinca: Antara Konservasi atau Eksploitasi
Illustration : Voluptaria/Transme

Masyarakat Indonesia pasti sudah tak asing lagi dengan Pulau Komodo, tempat dimana hewan langka naga purba (komodo) hidup dan satu-satunya di dunia. Pengunjung tidak hanya disuguhi ribuan komodo yang tersebar di pulau ini, melainkan juga panorama savana dan keindahan bawah laut yang tentu saja sayang untuk dilewatkan.  Maka tak heran, Pulau Komodo menjadi salah satu list tujuan wisatawan lokal maupun mancanegara yang wajib dikunjungi. Namun dibalik ketenaran Pulau Komodo, terdapat juga pulau dengan ribuan populasi Komodo yang tak kalah menariknya, yaitu Pulau Rinca. Meski tak se-terkenal Pulau komodo, Pulau Rinca juga termasuk salah satu gugusan kepulauan komodo yang ada di TNK (Taman Nasional Komodo). Jika ingin membandingkan mana yang lebih menarik antara Pulau Komodo dan Pulau Rinca, keduanya sama menariknya dan masing-masing memiliki kelebihan tersendiri yang menjadi daya tarik wisatawan.  Jika Pulau Komodo didominasi oleh hutan, Pulau Rinca menjadi surga wisatawan untuk melihat Komodo dalam bentangan alam savana. Wisatawan yang ingin melihat sifat asli dari Komodo, Pulau Rinca merupakan destinasi yang tepat untuk disambangi karena dalam kondisi cuaca yang lebih panas, Komodo yang ada di Pulau Rinca menjadi lebih liar daripada Komodo di Pulau Komodo. Selain ke-liar-an Komodo dan pemandangan savana, di Pulau Rinca lah wisatawan dapat melakukan aktivitas tracking mulai dari tracking jalur pendek, medium, hingga yang panjang. Tak berhenti sampai tracking saja, Pulau Rinca juga bisa dijadikan tempat turut serta dalam pelestarian lingkungan dalam perannya menawarkan kepada wisatawan untuk penanaman bakau. Untuk membeli bibitnya, pengunjung harus mengeluarkan budget sebesar Rp150.000,00. Uniknya, bibit bakau tersebut dapat diberi label sesuai nama wisatawan dan nantinya apabila berkunjung lagi ke Pulau Rinca dapat mengetahui perkembangan pohon bakau sesuai dengan nama yang disematkan. Ide cemerlang ini lah yang bisa menjadi pemicu wisatawan yang telah berkunjung ingin mengulangi kunjungannya di kemudian hari.

Tercatat jumlah wisatawan Taman nasional Komodo pada tahun 2019 belakangan mencapai 184.208 orang. Angka ratusan ribu tersebut meliputi wisatawan mancanegara sebanyak 102.619 orang sementara wisatawan Nusantara sebanyak 79.690 orang dan wisatawan lokal sebanyak 1.897 orang. Jumlah ini meningkat hingga 14,01 persen dari tahun 2018. Akan tetapi, meningkatnya pengagum naga purba setiap tahun menyebabkan keresahan terkait kelestarian Komodo sendiri. Salah satu diantaranya yaitu hilangnya sifat ke-liar-an dari komodo. Perlu diketahui, bahwasanya semakin sering Komodo bertemu dengan manusia menyebabkan komodo semakin jinak dan jauh dari kata ‘liar’. Selain itu, sebagai destinasi yang menyuguhkan hewan langka dan bahkan satu-satunya di dunia ini, Taman Nasional Komodo dianggap terlalu murah jika dibandingkan dengan destinasi lainnya. Hal ini menjadi pemicu timbulnya rencana penutupan tempat habitat asli dari Komodo tersebut. Menurut pemerintah, wacana penutupan ini ditujukan untuk menjaga kelestarian destinasi wisata serta mengembalikan sifat asli Komodo yang liar. Penutupan ini diharapkan dapat meningkatkan populasi komodo dan juga mencegah kejahatan terhadap satwa langka Komodo, yaitu perburuan liar.

Penutupan Taman Nasional Komodo berarti juga penutupan Pulau Rinca. Faktanya, hal ini tidak sepenuhnya benar. Pemerintah menutup sementara Pulau Rinca karena sebenarnya hendak melakukan penataan ulang terhadap sarana, prasarana, dan arsitekturnya. Ditjen Sumber Daya Air (SDA) dan Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mendandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH) untuk pembangunan sarana dan prasarana wisata alam di Pulau Rinca. Penandatanganan PKS tersebut dilakukan oleh Direktur Pengembangan Kawasan Permukiman, Ditjen Cipta Karya Didiet Arief Akhdiat dan Direktur Air Tanah dan Air Baku Ditjen SDA Kementerian PUPR Iriandi Azwartika dengan Dirjen KSDAE Kementerian LHK Wiratno. Melalui PKS tersebut, Kementerian PUPR akan memberikan dukungan pembangunan infrastruktur seperti jalan gertak elevated seluas 3.055 meter persegi, penginapan petugas ranger dan peneliti. Kemudian, area pemandu wisata seluas 1.510 meter persegi, pusat informasi seluas 3.895 meter persegi, pos istirahat dan pos jaga. Masing-masing seluas 318 dan 216 meter persegi. Lalu, pemasangan perpipaan sepanjang 550 meter dan reservoir seluas 144 meter persegi (kapasitas 50 meter kubik), pengaman pantai sepanjang 100 meter, pembangunan dermaga seluas 400 meter persegi dengan panjang 100 meter dan lebar 4 meter melalui Sistem Pengelolaan Air Minum (SPAM). Bahkan pemerintah siap keluarkan dana hamper 69,96 miliar rupiah untuk mempercantik Pulau Rinca. Rinciannya, 21,25 miliar rupiah untuk pembangunan sarana dan prasarana, reservoir SPAM senilai 2,41 miliar rupiah, dan pembangunan pengaman Pantai Loh Buaya senilai  46,3 miliar rupiah. Kucuran dana yang tak sedikit itu dikatakan nantinya akan mengubah Pulau Rinca menjadi Jurassic Park ala Indonesia.

Meski secara sekilas sulap pemerintah ini terkesan menarik dan membanggakan, keputusan niat mempercantik Pulau Rinca menuai pro dan kontra dari berbagai pihak. Terdapat pihak yang mendukung proyek tersebut namun tak sedikit juga memiliki pendapat lain. Apalagi penataan bakal Jurassic Park Indonesia ini disebut akan menjadi destinasi wisata super premium dan telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Arti mudahnya yaitu tarif tiket masuk akan melonjak. Bahkan tiket masuk Pulau Rinca diwacanakan mencapai USD 1.000 atau Rp. 14 juta/tahun dan berlaku per orang dengan membership system. Seperti dikatakan Kepala Dinas Ekonomi Kreatif Provinsi NTT, I Wayan Darmawa, dilansir dari Antara “Pada 2020 ini mulai diberlakukan sistem keanggotaan bagi wisatawan yang berwisata ke Pulau Komodo. Bagi wisatawan yang berkunjung ke Komodo harus mengantongi kartu anggota yang diterbitkan Pemerintah NTT,”. Tiket masuk belasan juta ini lah yang membuat sejumlah pihak gigit jari apalagi wisatawan yang belum pernah ke Pulau Rinca dan mempunyai rencana berkunjung. Sejumlah pihak ada yang menyebut proyek ini hanya untuk mencari ‘cuan’ dan meminta pemerintah memperhitungkan kembali serta melihat segala resiko yang akan terjadi seperti contohnya jika jumlah wisatawan tidak sesuai ekspektasi dan berimbas pada keadaan Pulau Rinca yang makin menurun eksistensinya. Memang jika melihat harga tiket masuk saja, Pulau Rinca nantinya seakan ditujukan untuk ‘kaum sultan’ saja. Namun anggapan ini disanggah oleh Pemerintah Nusa Tenggara Timur (NTT) yang optimis menargetkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Pulau Komodo akan meningkat mencapai 50 ribu orang pada tahun 2020 dan jika itu memenuhi target maka Pulau Rinca akan memperoleh USD 50 juta. Tetapi dibalik kontra yang ada, terdapat pula pihak yang mendukung agar Indonesia memiliki destinasi eksklusif yang bisa bersaing dengan destinasi eksklusif dari negara lain dan bisa meningkatkan nilai pariwisata Indonesia di kancah internasional.

Destinasi kebanggaan Indonesia Pulau Rinca dengan ribuan Komodonya yang sebentar lagi menjadi tempat wisata eksklusif sempat mendapat penolakan dari masyarakat juga sejak diumumkan adanya aktivitas investasi bisnis dalam kawasan Taman Nasional Komodo(TNK) dalam ini termasuk Pulau Rinca juga. Puncaknya pada Rabu, 12 Februari 2020 pelaku Konservasi dan Wisata yakni ASITA, ASKAWI, Formap, P3KOM, DOCK, Gahawisri, Ganda Pemuda Komodo dan Sunspirit for Justice and Peace melakukan unjuk rasa di tiga tempat yaitu Balai Taman Nasional Komodo (BTNK), berikutnya DPRD, dan terakhir di Kantor Bupati Manggarai Barat. “Kami prihatin atas arah pembangunan pariwisata yang dinilai tidak mengindahkan konservasi di Taman Nasional Komodo (TNK). Kami menolak investasi bisnis di dalam kawasan itu. Karena wilayah itu merupakan ekosistem alami Komodo dan satwa lainnya. Selain itu sebagai ruang hidup masyarakat asli di dalam kawasan itu,” kata Aloysius Suhartim dalam orasinya. Aloysius Suhartim juga meminta peninjauan kembali atas izin investasi untuk sejumlah perusahaan antaranya PT KWE di atas lahan seluas 151,94 hektar di Pulau Komodo dan seluas 274,13 hektar di Pulau Padar, dan berikutnya PT Sagara Komodo Lestari (PT SKL) di atas lahan seluas 22,1 hektar di Pulau Rinca. Beliau menegaskan untuk tidak merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 tahun 2014 tentang PNPB dan tetap mempertahankan tarif masuk yang telah berlaku sejak tahun 2019. Selanjutnya beliau juga menegaskan agar pemerintah tidak menerapkan kebijakan yang merugikan masyarakat yakni merombak penataan arsitektur Pulau Rinca dengan dalih persiapan agenda G-20 2023. For your information, penyelenggaraan KTT G-20 (G-20 Summit) dan KTT ASEAN pada 2023 di Labuan Bajo.  “Jangan karena mau ada agenda internasional di Labuan Bajo lalu menghancurkan, meruntuhkan semua aset Barang Milik Negara (BMN) yang ada di Loh Buaya dan digantikan dengan pembangunan sarana dan prasarana yang baru. Karena itu kami minta pemerintah dalam hal ini Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk memncabut kembali izin investasi pariwisata alam (IUPSWA) kepada investor.” Terkait dengan itu, pengunjuk rasa melayangkan sepuluh tuntutan, diantaranya:

  1. Kami menuntut Pemerintah harus segera meninjau kembali penerapan Permen KLHK No: P.8/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2019 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Marga Satwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Tawan Wisata Alam. Permen ini tidak cocok diterapkan di Kawasan TN-Komodo yang merupakan ekosistem khusus yang harus diperlakukan dengan sangat hati-hati (prudent).
  2. Kami menuntut Pemerintah untuk segera mencabut izin yang sudah diberikan kepada 2 Perusahaan swasta di Pulau Komodo, Pulau Rinca, dan Pulau Padar, serta membatalkan rencana pemberian izin kepada PT Flobamor serta “pihak lainnya” di dalam kawasan Taman Nasional. Pembangunan resort, villa, restaurant, dan fasilitas pendukung lainnya di dalam kawasan sangat bertentangan dengan prinsip konservasi yang sudah kita kerjakan bersama selama ini.
  3. Kami menolak pemberlakuan kawasan Pulau Komodo dan Perairan Sekitarnya sebagai Kawasan Wisata Ekslusif Super Premium dengan tiket masuk sebesar USD 1000 yang dikelola oleh PT Flobamor dan “pihak lainnya”. Praktek macam ini merupakan bentuk monopoli bisnis yang merugikan baik masyarakat Komodo sendiri maupun para pelaku pariwisata di Labuan Bajo pada umumnya. Sebaliknya, kami mendesak Pemerintah untuk tidak merevisi PP No. 12 tahun 2014 tentang PNPB dan tetap mempertahankan angka tarif masuk ke TNK yang telah berlaku sejak tahun 2019.
  4. Kami mengutuk keras rencana untuk menata ulang kawasan Loh Buaya dalam waktu dekat; mengingat paket-paket wisata untuk 2020 umumnya sudah direncanakan dan akan terganggu akibat kebijakan yang mendadak dan serampangan seperti ini. Sebaliknya rencana penataan destinansi harus dilakukan lewat perencanaan yang transparan dan akuntable.
  5. Kami menolak utak-atik status sejumlah Pulau yang berada dalam zona rimba dan zona inti di dalam Kawasan Komodo untuk menjadi bagian dari Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
  6. Kami mendesak pemerintah secara khusus BTNK untuk segera menerapkan kebijakan carrying capacity di tempat-tempat wisata seperti Pulau Siaba, Long Beach dan tempat-tempat lain demi menjaga kelangsungan ekologi dalam kawasan TNK.
  7. Kami menuntut Pemerintah untuk mengeluarkan jaminan tertulis dan permanen bahwa warga Komodo tidak akan dipindahkan dan/atau diganggu dengan rencana kebijakan relokasi; serta menuntut kebijakan yang memperhitungkan hak-hak dan partisipasi aktif mereka dalam konservasi dan pariwisata.
  8. Kami meminta kepada Pemerintah untuk mengembangkan model-model pembangunan pariwisata yang berbasis masyarakat seperti memaksimalkan dan melakukan pembinaan terhadap para pelaku UMKM lokal di Manggarai Barat dan membentuk BUMD yang diisi oleh orang-orang lokal.
  9. Kami melihat bahwa Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo-Flores (BOP-LBF) merupakan institusi di lapangan yang berada di balik rencana utak-atik kawasan Taman Nasional Komodo sebagai target baru investasi. Karena itu kami menuntut kepada Pemerintah untuk membubarkan BOP-LBF dan mencabut Perpres No.32 tahun 2018. Sebaiknya Pemda Manggarai Barat harus diberi ruang untuk menentukan pembangunan pariwisata yang sesuai dengan konteks (ekonomi, budaya, lingkungan) masyarakat setempat.
  10. Di akhir tuntutan ini, kami dengan tegas mendesak pihak DPRD, BTNK, dan Pemda Manggarai Barat untuk segera mengeluarkan pernyataan tertulis untuk menolak segala bentuk investasi dalam kawasan Taman Nasional Komodo. DPRD, BTNK dan Pemda juga harus segera membangun komunikasi dengan Presiden dan pihak KLHK.

Menanggapi tuntutan tersebut, Kepala Dinas Pariwisata Manggarai Barat, Gusti Rinus menanggapi dengan menghargai aspirasi yang disampaikan pihak terkait karena disampaikan dengan kondusif. Namun nasi sudah menjadi bubur, Taman Nasional Komodo terlanjur ditetapkan menjadi destinasi wisata super premium dan sudah ditetapkan pemerintah pusat. Kini masyarakat hanya bisa menunggu waktu akan apa yang terjadi pada mereka. Apakah keputusan pemerintah mengubah Pulau Rinca menjadi tempat eksklusif dengan target peningkatan wisman menjadi 50.000 orang akan terwujud? Ataukah ini hanya akan menjadi angan belaka? Ataukah nantinya akan membawa angin segar bagi pariwisata Indonesia terutama untuk masyarakat lokal yang selama ini menggantungkan hidupnya pada sektor pariwisata di Pulau Rinca?


Daftar Pustaka :
  1. Aisyah, Yuharrani. 2020. Wisata Pulau Komodo Bakal Diberlakukan Kartu Anggota Tahunan, Harganya Rp 14 Juta?. Kompas.com :https://travel.kompas.com/read/2020/02/06/104320127/wisata-pulau-komodo-bakal-diberlakukan-kartu-anggota-tahunan-harganya-rp-14 diakses pada 31 Juli 2020.
  2. Alexander, Hilda B. Pulau 2020. Rinca Bakal Disulap Jadi “Jurassic Park”. Kompas.com: https://properti.kompas.com/read/2020/01/23/133448321/pulau-rinca-bakal-disulap-jadi-jurassic-park  diakses pada 30 juli 2020.
  3. Anggey. 2020. Menelusuri Jejak Si Komodo di Pulau Rinca, Kepulauan Komodo. Indonesiakaya.com: https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/menelusuri-jejak-si-komodo-di-pulau-rinca-kepulauan-komodo diakses pada 30 Juli 2020.
  4. Bahfein, Suhaiela. 2020. Percantik Pulau Rinca, Pemerintah Kucurkan Rp 69,96 Miliar. Kompas.com: https://properti.kompas.com/read/2020/07/18/130000021/percantik-pulau-rinca-pemerintah-kucurkan-rp-69-96-miliar diakses pada 30 juli 2020.
  5. Bere, Sigiranus Marutho. 2020. Komodo Terus Memikat Turis, Kunjungan Turis Asing ke Labuan Bajo Naik. Kompas.com : https://travel.kompas.com/read/2020/01/15/121100027/komodo-terus-memikat-turis-kunjungan-turis-asing-ke-labuan-bajo-naik diakses pada 28 juli 2020.
  6. Indozone. 2020. Tiket Masuk Rp14 Juta, NTT Yakin Komodo Dikunjungi 50 Ribu Wisman: indozone.com: https://www.indozone.id/travel/mns6ll/tiket-masuk-rp14-juta-ntt-yakin-komodo-dikunjungi-50-ribu-wisman/read-all diakses pada 31 Juli 2020.
  7. Taulin, Antonius Un. 2020. Masyarakat Demo Tolak Investasi Premium di Kawasan TNK. Gatra.com : https://www.gatra.com/detail/news/469007/ekonomi/masyarakat-demo-tolak-investasi-premium-di-kawasan-tnk  diakses pada 31 juli 2020.

EDITOR : YANU

Leave a Reply

Your email address will not be published.